GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah

Login
Remember me

MENIKAH = SENI MENGALAH

Terpublikasi Mon, 07 Oct 2019   

oleh:

Filipi 2:4

Mejelang pernikahan, saya yang kala itu masih berusia 22 tahun datang kepada ibu dan bertanya Apa yang perlu dilakukan agar pernikahan berjalan damai?
Ibu menjawab dengan cepat Seolah pertanyaan yang saya ajukan se sepele resep sayur lodeh. Nikah itu pokoknya berani mengalah Dua kata utk pernikahan yang damai: BERANI dan MENGALAH Kata BERANI biasanya disandingkan dengan hal yang berat, bahkan horor. “Berani mati” misalnya. Tapi ibu menyandingkan kata itu dengan MENGALAH. 

Ya, mengalah memang tugas berat, yang tidak semua orang mau dan mampu menjalankannya. MENGALAH, seperti apa Ini yg kulihat dari Suamiku, Saat pernikahan masih serba kekurangan, Dia akan lebih dulu mengambil piring plastik agar saya bisa menggunakan piring beling.,Saat anak belum lulus toilet training, dia yang akan bangun di tengah malam untuk menatur si kecil, padahal yang anak panggil saat itu adalah ibunya. Saat makan di luar, dia akan makan dengan terburu-buru agar bisa cepat bergantian menggendong si kecil. Demi kuah bakso di mangkok saya tidak keburu dingin. Saat mendapati satu bacaan yang menarik, dan saya tertarik, dia akan mengangsurkan bacaan itu. “Bacalah lebih dulu. Aku sudah selesai” Saat memasak dan jumlah masakan itu terbatas. Bukan saya yang menyisihkan untuk bagiannya, tapi dia yang akan mengambilkan lebih dulu untuk saya, dalam jumlah yang lebih banyak darinya. “Aku sudah kenyang..” dan saya tahu itu bohong. 

Saat ada sepotong roti, dia akan membaginya tidak sama besar. Tapi saya yang lebih besar. “Kamu kan menyusui. Butuh lebih banyak kalori..” dan kami akan berdebat panjang, lalu diakhiri dengan saya tidak akan memakan bagian yang besar itu sampai dia tarik kembali agar beratnya sepadan. Saat saya akan memakai kamar mandi belakang (yang ukurannya lebih kecil dari kamar mandi depan) dia yang sedang berada di kamar mandi depan segera keluar dan meminta saya menempatinya. “Aku di belakang aja. Nanti kamu kaget kalau banyak kecoa..”Saat saya marah, meski kemarahan itu tidak masuk akal, dia yang mendekat, mengangsurkan tangan dan meminta maaf. Padahal masalah sebenarnya pun belum terang ia cerna. Ini yg namanya ngalah. Dan ini cinta Entah bagaimana caranya dia tidak bosan mengalah, dan tidak pula berdendang “Mengapa s’lalu aku yang mengalah..”Enteng saja dia menjalani itu. Ikhlas saja. Senang-senang saja. Tapi dampaknya sangat besar buat saya. Apa itu? Penghormatan, penghargaan, dan respek serta keharmonisan. “Aku tidak pernah merasa ngalah. Yang aku lakukan hanyalah menjaga agar kita tidak pernah terpecah belah.."Saudara2,  rasul Paulus juga menyatakan hal yg sama. Dlm Filipi 2:4-11 paulus menasehatkan  agar jemaat di Filipi berani mengosongkan diri, tdk mengutamakan diri sendiri sama seperti Kristus. Demi menyelamatkan dunia ini,  Kristus memilih jalan mengosongkan diriNya. Menjadi sama dengan manusia dan mati di atas kayu salib. 

Karena itu, mari kita belajar berani mengalah dalam hidup berkeluarga, hidup bergereja n hidup bermasyarakat