GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah

Login
Remember me

MEMBERI

Terpublikasi Tue, 19 Nov 2019   

oleh:

2 Korintus 8:1-15

Ada sebuah percakapan yang menarik antara seorang Ibu dengan anaknya "Mbok, Simbok (panggilan untuk Ibu),  kita kan sekarang cuma tinggal berdua, kenapa simbok tetap masak segitu banyak? Dulu waktu kita masih komplet berenam aja simbok masaknya selalu lebih. Sekarang kita tinggal berdua dikurangi lah, kita ngirit....." kataku dg mulut penuh makanan: Sambil membenahi letak kayu2 bakar di tungku, simbok menjawab, "Hambok yo ben toooo... ( Ya biar tho...)
"Mubazir, mbok. Kayak kita ini orang kaya aja.." sahutku.
"Apa iya mubazir? Mana buktinya?" tanya simbok kalem.
"Lhaa itu?, tiap hari kan  cuma simbok bagi2in ke tetangga, Orang2 yg lewat mau ke pasar?" Argumen ku
"Itu namanya sedekah, memberi bukan mubazir.
Anak sekolah kok tidak tahu membedakan memberi dengan  barang kebuang.."
"Memberi kok setiap hari?! Kayak kita ini kaya raya!" nadaku mulai tinggi.
"Ukuran kaya itu apa tho ?" Tanya Simbok 
"Ya, berlimpah2!"
"Lha aku kan punya makanan berlimpah-limpahkan? Memang aku sugih (kaya), karena itu aku berbagi...". Kata simbok. 
Lalu simbok menggeser dingkliknya, menghadap persis di depanku.
"Le (panggilan untuk anak laki-laki), kita ini sudah dapat jatah rejeki masing2, tapi kewajiban kita kurang lebih sama: sebisa mungkin memberi untuk sesama. Sugih itu keluasan atimu (kaya itu keluasan hatimu) untuk memberi, bukan soal kumpulan banda donyo (harta dunia). Kalau menunggu hartamu berlimpah baru memberi, maka kamu tidak akan memberi dengan ikhlas karena kamu masih merasa masih punya banyak kebutuhan.  Simbokmu ini kaya, le,  setiap hari punya banyak makanan sehingga bisa berbagi dan harus memberi.
Perkara Ibumu ini tidak punya harta didunia, itu bukan ukuran. Yang penting kita bisa makan, bisa hidup, bisa ibadah, anak2 sekolah dan jadi orang. Apa tidak hebat pemberian Gusti Allah, padahal Ibu ini orang yang gak punya dan tidak sekolah. 

Saudara2 percakapan ibu dan anak ini mengajak kita untuk merenungkan hal memberi 
Kita seringkali berpikir seperti anak Ibu itu. Memberi jika kita sudah punya berlebih. Kalau belum maka kita tidak perlu memberi.
Tetapi sang ibu punya cara pandang yang berbeda, memberi itu bukan soal punya atau tidak punya harta tapi soal keluasan hati kita dan ucapan syukur karena telah merasakan kasih Allah yang luar biasa dalam hidupnya. 

Saudaraku bagaimana dengan kita? Adakah kita memiliki keluasan hati seperti sang Simbok dalam memberi?